Bolehkah Mahasiswa Demo Anarki?




Aku bermimpi mahasiswa indonesia itu aktif melakukan perubahan. Perubahan ke arah yang lebih baik pada pemerintahan. Bermimpi mahasiswa mau menyampaikan aspirasi dengan cara cara yang humanis bukan dengan cara cara binatang. tapi apakah bisa itu terjadi di negara ini?

Kemarin saya sangaat miris melihat mahasiswa di pukuli aparat karena berdemo menolak sebuah kebijakan yang disahkan pemerintah. Saya tidak tahu kasus pastinya bagaimana. Tapi melihat kenyataan aparat memukuli mahasiswa itu sangat menyedihkan. Saya tidak menyalahkan aparat ataupun juga mahasiswa sendiri. Namun bukankah sekiranya lebih baik jika kedua belah pihak menghindari kejadian seperti itu.  

    Saya sering mendapat undangan untuk berorasi turun kejalan melalui media internet karena saya aktif sebagai aktifis di media internet.  dari analisa saya atas semua keterangan keterangan yang di berikan oleh teman teman di dunia maya, saya mendapat kesimpulan bahwa alasan kenapa mahasiswa menjadi beringas ketika berorasi adalah karena tidak ada satupun wakil dari pemerintah yang menemui mereka untuk berdiskusi atas segalah permasalahan yang terjadi.

Alasan lainya adalah karena mahasiswa benar benar muak melihat kelakuan wakil rakyat. Dimulai dari bolos rapat sampai oknum yang melakukan seks bebas dan melihat film film porno. Bagaimana tidak muak, mereka dibayar oleh rakyat puluhan juta perbulan untuk menyampaikan aspirasi rakyat di sidang sidang DPR. Bagaimana mungkin mereka menyampaikan aspirasi jika rapat saja mereka tidak hadir.

Disini terjadi ketidak jelasan. Pancasila menjadi rancu ketika demokrasi tidak dijalankan sesuai undang undang dan  berlandaskan hati nurani. Masyarakat bingung apa yang harus dilakukan. Mereka datang ke gedung DPR ataupun DPRD untuk menyampaikan aspirasi, tapi wakil rakyat tidak mau menemui. Lalu jika hal tersebut terjadi, apa yang harus dilakukan mahasiswa? Tetap diam dan aspirasi tak tersampaikan atau menyampaikan ke parpol tertentu tapi aspirasi tak sampai ke rapat DPR karena anggota fraksi bolos rapat??

Kemarin saya mendapat informasi dari media bahwa duta besar indonesia menolak kunjungan wakil rakyat ke swiss dengan alasan dari  kunjungan itu tidak relevan dan tidak berguna . ditambah lagi kunjungan itu  tidak lebih dari 70 persen untuk urusan negara. Artinya 30 persen lebih adalah urusan wisata. Wakil rakyat macam apa ini. Pergi dengan uang rakyat tapi disana tidak memanfaatkan 100 persen dana yang dihabiskan untuk kepentingan rakyat malah untuk kepentingan pribadi. Bayangkan jika seandainya waktu kunjungan 10 hari dan Cuma 6 hari untuk  kerja dan 4 hari untuk wisata.

Dalam sebuah berita juga pernah ditayangkan kalau suatu saat ada beberapa anggota DPR melakukan studi banding kesebuah negara namun DPR nya di negara tersebut sedang reses. Artinya gedung DPR nya kosong. Lalu buat apa mereka datang untuk melakukan study banding jika obyek study bandingnya saja tidak ada. Sudah jelas tujuan mereka kesana adalah wisata dengan uang RAKYAT. Mana mungkin sebuah negara dengan duta besarnya bisa salah koordinasi yang sangat fatal dan merugikan uang negara seperti ini.  Apa mungkin duta besarnya tidak tahu jadwal sidang DPR disana?? Kalau memang begitu percuma ada duta besar macam itu. lebih baik kita tutup kedutaan disana karna sangat mempermalukan profesionalisme pejabat indonesia.

Hal yang memalukan anggota dewan di negeri orang adalah ketika kunjungan mereka ke Australia. Mereka melakukan jumpa pers di sana dengan para orang indonesia yang ada di sana. Melakukan tanya jawab lah istilahnya tentang study banding tersebut. Dari setiap pertanyaan yang sangat kritis dari peserta, ternyata jawaban dari anggota DPR tidak mengena melainkan berputar putar pada hal lain dan juga melambatkan tempo pembicaraan supaya acara itu cepat selesai. Acara itu  beralngsung sangat singkat karna DPR beralasan sibuk.

Bagian terlucu di akhir acara itu adalah ketika ada penanya yang bertanya “kenapa gak pake teleconference saja sih pak ? “ maksud pertanyaan itu adalah daripada melakukan study banding yang mahal kan bisa diganti dengan teleconference.. tapi dijawab oleh seorang anggota DRP “wah itu sulit teknisnya. Peserta pun tertwa terbahak bahak. Bayangkan anak SMP sajasudah tahu yang namanya skype. Bahkan adik saya yang belum bersekolah saja suda mampu berskype nan ria dengan saya yang notabene saya ada di luar kota.
Lalu ada anggota DPR menutup acara dengan berkata kalau ada pertanyaan yang ingin di ajukan bisa mengirimkan ke email kami. Pas di tanya emailnya apa jawabnya komisi8@yahoo.com << setelah di cek ternyata tidak ada , komisidelapan@yahoo.com , K0m1518@yahoo.com pun tidak ada. Dan lebih aneh lagi sebuah lembaga negara menggunakan email gratisan seperti itu sungguh sangat sangat tidak mungkin. Peserta pun menjadi ricuh. Begitulah baru ditanya email saja mereka berbohong!!

Dan di kunjungan itu parlemen australia juga libur. Sungguh sia sia kunjungan memakan biaya 800 juta itu gak menghasilkan kebaikan bagi rakyat.

Ditambah lagi ada pernyataan  dari seorang ketua DPR :

Jakarta - Ketua DPR Marzuki Alie menuturkan semua studi banding sudah disesuaikan dengan buku panduan. Menurutnya sangat manusiawi bahwa ada anggota DPR yang berjalan-jalan di sela-sela kunjungan kerja ke luar negeri.

"Mengenai studi banding sudah jelas ada buku panduannya, bagaimana pelaporannya, bagaimana menentukan negara tujuan," ujar Marzuki saat menemui mahasiswa UI di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (13/5/2011).

Namun dalam praktiknya, menurut Marzuki, boleh saja anggota DPR berinisiatif. Apalagi kalau jadwal kunjungan kerja ke luar negeri tidak terlalu padat.

"Bahwa ada waktu kosong satu hari mereka kemana-mana itu menurut saya manusiawi," tuturnya.

Termasuk seperti anggota BURT DPR ke Stadion Manchester United sampai berbelanja kaos di London, menurutnya wajar. Hal tersebut dipandang sebagai hal yang membawa manfaat bagi anggota DPR.

"Jalan-jalan kemana, belanja banyak karena sudah membawa uang sendiri, melihat museum, melihat apa lagi, itu menurut saya menambah manfaat terkait kepergian itu," tuturnya.


Dengan kejadian yang salah satunya saya sebutkan diatas apakah dapat disalahkan jika mahasiswa marah? Sungguh saya tidak bisa menemukan jawaban atas pertanyaan itu..

Oh Sayangku



Aku tak se culas iblis dalam mendapatkan hak ku
Namun ku juga tak sejujur malaikat dalam menjalani hidupku
Aku kotor
Tapi aku tak sekotor lumpur hitam arena politik

Jiwaku muda
Tegar dan sombong
Terbakar hebat dalam hatiku
Selayak api membakar surga duniawi

Hidupku indah
Seindah mentari menyinari pagi
Terpancar dan berpendar
Merah jingga membelah angkasa
Ohh,, Elok sinar menerjam cakrawala


Namun, taukah kau sayang..
Tanpa hadirmu,,
Aku serasa jiwa tanpa raga

Senang dapat kurasa
Namun tidak untuk bahagia

Gersang di sudut jiwa ini
Maukah kau membasuhnya?
Membasuh jiwaku dengan telaga cinta?

Oh dinda,
Hari ini aku berjanji
Ketika purnama
Aku akan kembali

Kembali tuk mempertanyakan cinta
Bukan untuk kamu , dia atau siapa
Tapi untuk aku
Karna aku
Sayang padamu,,,


Jalan Kehidupan




Sebatang tunas kecil
Tersibak di antara batang batang pohon yang rindang
Akar daun menghias indah memberi makna

Tunas tumbuh menjulur meninggalkan akar
Menantang bumi  menghantam langit
Mencerna mentari  menghembuskan nafas kehidupan

Mawar  merah tumbuh di hutan
Memberi arti akan indah nya kehidupan
Bersama dingin ini
Kucoba menikmati lantunan indahnya syair syair penghuni hutan

Ahhh aku terjebak di dalam jalan yang namanya kehidupan
Masa lalu kelam memberi melody buruk dalam mimpi dan angan angan
Andai aku bisa mengulang
Mermberi arti baik akan hadirnya diriku

Ohh tidak
Hidup ini adalah tantangan
Masa lalu hanya bayangan
Dia tak akan datang besok ataupun lusa

Aku



Aku
Kata ku sak seindah kata chairil anwar
Yang mampu melelehkan jiwa jiwa yang hampa
Jiwa jiwa yang rindu akan hadirnya kasih sayang

Hatiku tak setajam hati seorang soe hok gie
Yang mampu menyihir ribuan pikiran
Masuk kedalam alam ceritanya

Aku adalah generasi baru
Generasi yang bermimpi akan indahnya reformasi
Bukan revolusi ataupun kudeta
Tapi....
Reformasi perubahan bangsa
Memimpin pergerakan menuju bangsa yang berdasarkan asas pancasila
Bangsa yang merdeka

Aku adalah generasi yang berdiri diatas tombak demokrasi
Berideologi pancasila

Tapi aku bukanlah munafik yang mengatasnamakan pancasila
Bertamengkan demokrasi
Untuk melawan arus perubahan..

Tujuan Sekolah Kedinasan



Sekolah kedinasan? Sebenarnya saya agak bingung perbedaan sekolah kedinasan dan universitas lain. Ok begini saya awali kebingungan saya.

Saya adalah salah satu mahasiswa di sebuah sekolah kedinasan. Sekarang saya menempuh semester 3. Pada semester ini saya mulai berpikir,  apa sih tujuan sekolah kedinasan.  Banyak dari teman saya yang bilang sekolah di sini itu lulus langsung kerja. Tapi apakah itu tujuan pemerintah mendirikan sekolah kedinasan?
Saya rasa bukan kawan. Kalau Cuma mencari orang yang terdidik dan  dengan model ikatan kerja seperti ini, pemerintah bisa bekerja sama dengan pihak universitas lain untuk menyediakan  tenaga terdidik yang memenuhi kebutuhan di setiap kementrian di pemerintahan.

Sekolah gratis, buku di pinjami, dapat gaji bulanan pula. Apa sih maunya pemerintah memberikan fasilitas itu semua??

Saya berpikir, tanpa fasilitas itu semua asal ada ikatan kerja, pasti semua orang akan berebut masuk situ. Lalu kenapa di beri fasilitas itu?

Jawaban yang saya dapatkan adalah pemerintah menginginkan kita jadi jiwa jiwa yang mandiri, jiwa jiwa yang  yang suka membantu(lohh). Iya dengan uang yang kita terima dan uang kiriman dari orang tua pasti hasilnya lebih dari cukup. Uraian saya kiriman dari orang tua 1 juta + gaji 500 ribu = 1,5 juta. Biaya hidup cukup 600 ribu perbulan. So buat apa sisa 900ribu?

Stelah saya berpikir panjang, duit 900 itu seharusnya buat menghidupkan perekonomian sekitar. Mungkin pemerintah ingin menguji kita dengan memberi uang sebanyak itu. Apakah kita mau jadi seseorang yang ingin membantu atau kita jadi orang yang serakah, korup, dan culas. Membantu tidak dalam bentuk uang langsung, tapi bisa dalam bentuk kita membeli makanan pada mereka. Gaya anak muda sekarang dikit dikit ke mall. Seberapa besarnya keuntungan yang didapat oleh pengusaha mall, tidak serta merta manaikan tingkat pendapatan  pegawainya.

Yang kedua, kami di didik langsung oleh dosen dosen dari kementrian yang membawahi sekolah dinas kami. So apa tujuan kenapa harus mereka yang jadi dosen kami? Selidik demi selidik saya mendapatkan jawaban bahwa kita nanti akan bekerja di kementrian yang sama dengan mereka, sehingga  kemungkinan besar kami akan mengalami keadaan yang sama dengan mereka, artinya sauasana dan kondisi kantor akan sama. Banyak dari dosen kami bercerita tentang pengalaman dirinya saat dituduh koruptor, saat menangkap koruptor, cara mengatasi atasan yang rewel,dll.  Selain menimba ilmu, kami juga menimba pengalaman manis ataupun pahit dari mereka supaya kedepanya kami  bisa lebih baik dari mereka.

Ketiga, masalah nilai. Wah kalau yang namanya IP itu adalah benda sakral, hanya Tuhan dan ortu saja yang boleh tahu tentang IP hahaha. Tapi saya tidak beranggapan seperti itu. Bagi saya nilai itu prioritas kedua setelah ilmu yang saya dapat. Banyak dari teman teman saya punya IP bagus, tapi dari segi pergaulan mereka itu apatis. Coba bayangkan ketika ada seorang yang cerdas dalam suatu kelompok belajar tapi dia apatis, dia tidak tahu bagaimana mengungkapkan sesuatu dengan benar dan mudah dipahami oleh lawan bicara. Ada juga yang cerdas tapi tidak mau berbagi ilmu. Semua karna persaingan IP, karena konon katanya IP menentukan penempatan kerja. Lebih baik IP saya 3 tapi saya orangnya supel Daripada saya punya ip 3,9 tapi saya tidak bisa bisa bergaul bahkan tidak pernah bisa membaca keadaan da situasi. Hidup itu tidak hanya berupa ilmu exact yang kita dapat dari sekolah.

Keempat, kita di tempatkan pada suatu wilayah yang jauh dari universitas lain. Menurut saya tujuanya adalah supaya kita bergaul dengan sesama orang yang memiliki minat yang sama. Supaya kita bisa berdiskusi tentang keadaan sekarang di departemen kita masing masing.

 Mungkin hari ini cukup 4 itu saja yang sempat saya tulis,  semoga kedepanya saya dapat menemukan sesuatu yang lebih atau ekspektasi yang di inginkan pemerintah pada kita.

Mt. Slamet (5-8, 9/11)


Prologue
Lagu Leaving on a Jet Plane milik John Denver terdengar lirih dari balik ponselku yang sedikit memecah kesenyapan malam itu. Sementara kami masih berada dalam mobil angkutan yang melaju menembus kabut tebal sepanjang perjalanan Serayu ke Bambangan. Kabut tebal ini membuat saya kagum sekaligus sedikit khawatir. Belum pernah saya melihat kabut setebal ini, bahkan apa yang ada pada jarak 1 meter di depan sama sekali tak terlihat. Semuanya serba putih oleh titik air yang terdispersi oleh cahaya. Saya juga sedikit menyimpan rasa heran pada sopir mobil angkutan ini yang tetap mampu menggunakan instingnya melewati jalan pegunungan yang berkelok-kelok. Hampir 12 jam kami menempuh perjalanan dari Solo. Dan ini adalah alat transportasi terakhir yang kami gunakan untuk sampai ke Bambangan, desa terakhir di kaki Gunung Slamet.
Semua bermula dari sedikit niatan iseng saya yang menjadi pengangguran selama musim liburan kali ini untuk mengajak beberapa teman mendaki ke Slamet. Dari belasan orang yang saya ajak, akhirnya hanya lima orang yang ikut dalam misi petualangan menaklukkan gunung tertinggi kedua di ranah jawa ini: Rudy, Bernard, David dan Yoga, termasuk saya.
Senin pagi (5, 9/11), kami berkumpul di Terminal Tirtonadi. Rencana awal kami ingin menaiki bus yang langsung menuju Purwokerto. Namun, bis yang sedianya kami harapkan ternyata sudah berangkat. Alhasil, kami terlebih dahulu harus ke Terminal Giwangan, Jogjakarta, untuk mencari bus jurusan Purwokerto.
Setibanya di Terminal Purwokerto, kami berjumpa dengan tiga pendaki dari Tasikmalaya yang baru saja turun. Dari mereka, saya sedikit mengorek informasi tentang kondisi dan situasi paling “gress” Gunung Slamet. Keharusan memakai ranger (porter) dan kondisi medan menjadi topic percakapan kami sembari beristirahat untuk shalat maghrib. Sebagai kenangan, mereka memberikan 2 dirigen air untuk kami.
Di terminal ini, kami meneruskan perjalanan menuju Bobotsari dengan microbus dan turun di pertigaan Serayu. Setibanya di Serayu, kami langsung disambut oleh sopir angkot yang menawarkan jasa untuk mengantarkan kami ke Bambangan. Sebagai kawasan kota terakhir, di sini kami melengkapi perbekalan dan menikmati makan malam dengan dua porsi sate kambing untuk lima orang.
Kondisi malam di Bambangan sebenarnya tak terlalu dingin tapi kabut amat tebal. Kami yang berencana untuk mendaki pagi hari memutuskan untuk mendirikan tenda dan bermalam di Pondok Pemuda. Hal ini kami lakukan karena basecamp sudah tutup mengingat hari sudah larut malam.
Selasa (6, 9/11) Pagi hari ketika akan shalat subuh di masjid yang notabene berada di bawah Pondok Pemuda, saya dan Bernard berpapasan dengan tiga pendaki dari Surabaya yang baru saja tiba di Bambangan. Merekalah yang akhirnya menemani petualangan kami.
Setelah repacking, sarapan, dan membereskan administrasi, kami berdelapan mulai mendaki ditemani oleh seorang porter, Pak Kamen (Nama Samaran).

Problematique
Beberapa Elang Jawa terlihat terbang, mengalihkan kekaguman kami ketika melintasi ladang perhutani yang sangat terik, kering, dan berdebu. Ya… setelah lebih dari satu jam melewati perkebunan warga sejak pukul 09.00 pagi tadi, kami mengambil break sejenak sambil bercerita tentang pengalaman mendaki kami dengan tiga orang Surabaya tadi.
Sinar matahari memancar langsung tanpa halangan membakar kulit kami. Vegetasi pepohonan di perhutani tak begitu rapat. Bahkan, akhir-akhir ini kata Pak Kamen kebakaran sering terjadi akibat kondisi yang kering dan berdebu. Sementara itu hujan sudah tak turun selama berbulan-bulan. Di depan, Pos I sudah mulai terlihat tetapi masih menyisakan satu jam lagi untuk bisa sampai di sana. Ini diperparah dengan medan yang terus menanjak sejak keluar dari area perkebunan warga tadi.
Setelah menapaki jalan selama hampir 2 jam, kami tiba di Pos I. Di sini, kami mengambil break agak lama sambil makan jeruk dan menjemur pakaian kami yang basah oleh keringat. Shelter yang ada di pos ini cukup besar dan cocok untuk digunakan dalam beristirahat di siang hari. Pemandangan Kota Purbalingga mulai bisa terlihat dari sini. Dari Pos I, kami berpisah dengan tiga pendaki dari Surabaya tadi.
Pada awal perjalanan menuju Pos II, Pondok Lawang, Yoga mengalami keram. Maklum ini pendakian pertamanya. Syukur Alhamdulillah yah, dia masih bisa melanjutkan perjalanan. Selepas dari Pos I, vegetasi pepohonan mulai agak rapat karena sudah memasuki area hutan gunung. Meskipun demikian, medan pendakian tetap terasa berat karena tracknya terus menanjak. Ketidaktersediaan air membuat kami mau tak mau harus menghemat air. Alhasil, sepanjang perjalanan kami hanya melepaskan dahaga dengan makan jeruk. Lebih dari 1 jam berjalan, kami tiba juga di Pos II.
Perjalanan yang masih panjang membuat kami harus beranjak segera dari Pondok Walang. Kondisi medan menuju pos III lebih panjang. Saya, David, dan Rudy leading di depan terpisah jauh dengan Yoga dan Bernard yang ada di belakang karena cedera. Bahkan, Kami sempat menunggu cukup lama di Pos III, Pondok Cemara. Di sini juga lah kami berdelapan akhirnya bersama lagi.
Perjalanan berlanjut ke Pos IV, Pondok Samaranthu. Sama seperti kondisi medan sebelumnya, tak ada diskon yang menyapa kami. Kali ini perjalanan terasa lebih cepat karena tak ada 1 jam selepas dari Pondok Cemara tadi. Stok nutrisari yang setia menemani pelepas dahaga kami habis di pos ini. Keinginan untuk sampai di Pos VII sebelum petang membuat kami bergegas kembali, mengingat waktu sudah menunjukkan hampir ashar.
Di Pos V, Samyang Rangkah, terdapat sebuah shelter, Kami break cukup lama di sini karena harus sholat. Pendaki dari Surabaya dan Pak Kamen memutuskan untuk meninggalkan kami. Pemandangan Kota Purwokerto dan Purbalingga semakin terlihat jelas dari sini. Sebelum melanjutkan perjalanan, kami akhirnya sepakat memutuskan untuk mengecamp di Pos VII dan melanjutkan ke puncak keesokkan harinya. Tak ingin terlena, kami segera mengejar waktu untuk bisa sampai di Pos VII sebelum petang.
Pos VI berada setengah jam dari pos V. Namun, kami tak berhenti dan terus melanjutkan perjalanan. Saya dan David leading di depan. Keletihan David mulai menampakkan hasil. Sepanjang perjalanan menuju Pos VII, dia sering meminta break. Saya sendiri yang tak ingin kehilangan waktu terus memaksa dan menyemangatinya untuk bergegas karena sudah hampir jam 06.00 sore. Dia meminta untuk berganti ransel. Saya menyerahkan carier saya yang lebih berat ditukar dengan daypack yang ia bawa. Tak lama setelah itu, kami tiba juga di Pos VII.
Pemandangan di sekitar pos VII tak jauh beda dari yang ada di pos V tadi. Bedanya, kali ini tempatnya lebih tinggi. Di sini juga terdapat shelter untuk bermalam. Setelah ini masih ada Pos Pelawangan, sebelum tiba di puncak. Pos ini bernama Samyang Kendhit. Ada sebuah kesia-siaan yang dilakukan Rudy di sini. Dome yang ia bawa serasa tak berguna karena memang kami tak memerlukannya. Shelter di sini cukup tertutup untuk bisa menahan angin karena dilengkapi dengan pintu. Kami tidur di atas dipan kayu yang muat untuk 6 orang. Sedangkan Kawan kami yang berasal dari Surabaya tidur di bawah dipan kami dengan mendirikan tenda, termasuk Pak Kamen yang berada di dalamnya.
Setelah membersihkan dan merapikan tempat untuk beristirahat, mulailah kami memasak. Sedikit hal yang kami sesali di sini adalah kecerobohan dan keborosan kami dalam menggunakan air untuk membuat mie dan minuman hangat, entah itu kopi, susu, ataupun teh. Penggunaan air untuk hal-hal tersebut baru menjadi kendala ketika pagi buta kami tersadar bahwa air yang kami miliki tinggal dua botol untuk summit attack dan perjalanan turun. Hal ini karena kami memakainya untuk menanak nasi. Belum lagi saya juga sempat membuat bandrek untuk menghangatkan badan serta antisipasi masuk angin karena malamnya saya tak bisa tidur dan berkali-kali hampir muntah.
Rabu (7, 9/11) pagi pukul 04.00 kami melanjutkan perjalanan menuju puncak. Kali ini Yoga tak bisa melanjutkan perjalanan. Pendaki dari Surabaya sudah berangkat mendahului kami . Yoga ditemani Pak Kamen di Pos VII.
Hampir 1 jam kami berjalan, tibalah kami di Pelawangan. Dari Pos VII tadi, kami memang hanya membawa daypack yang berisi makanan kecil dan minuman karena selepas Pelawangan jalan akan sangat menanjak. Seperti halnya dengan gunung vulkanik lain yang masih aktif, kondisi medan dipenuhi oleh pasir dan kerikil yang sangat licin dan berbahaya. Di sini sunrise terlihat, kami memanfaatkan momentum ini untuk mengambil gambar.
Setelah lebih dari 1 jam bergulat dengan medan yang penuh batu, pasir dan kerikil, tibalah kami di puncak Slamet, 3432m.
Matahari bersinar terang di puncak. Angin di sini bertiup cukup kencang dan dingin. Awan yang mengelilingi kami seolah-olah berbentuk seperti kapas. Gunung Sindoro, Sumbing, dan Ciremai gagah berdiri di hadapan kami. Di bawah kami, letupan asap dari kawah menggoda kami untuk mengunjunginya. Saya, David dan Rudy memutuskan untuk berkunjung ke kawah setelah turun melewati bebatuan terjal dan lautan pasir. Sementara itu Bernard memutuskan untuk kembali ke Pos VII.
Tak lama kami di kawah karena Pak Kamen yang menyusul ke puncak telah menunggu. Selepas naik dari kawah, kami memutuskan untuk kembali ke Pos VII. Sebelum turun, tak lupa kami mengabadikan kenangan di puncak ini untuk yang terakhir kali.
Sekembalinya di Pos VII, kami memasak nasi goreng dengan nasi yang telah dibuat tadi dan bumbu racik yang telah saya siapkan. Tak lama setelah sarapan, kami packing dan memutuskan untuk turun karena air yang tersisa tinggal setengah botol dan itu untuk bekal berlima. Pak Kamen dan pendaki Surabaya telah turun mendahului kami. Rasa-rasanya tak mungkin berharap untuk mengemis air dari mereka.
Rudy, David berada yang terdepan untuk turun, saya menguntit di belakangnya, disusul oleh Yoga dan Bernard. Sengaja kami memang mengambil gap untuk menghindari debu.
Perjalanan turun terasa lebih cepat karena kami berlari. Dalam perjalanan turun ke Pos IV, Rudy mulai kewalahan karena beban berat (dome) yang dibawanya. Saya dan David memutuskan untuk meninggalkan Rudy dengan konsekuensi tak membawa air. Kami berdua turun dengan gesit bagaikan ular hingga akhirnya tiba di Pos I. Di sini saya bertemu dengan Pak Kamen dan pendaki dari Surabaya tadi. Tak tahan akibat haus, kami berdua memutuskan untuk turun lebih dulu. Kami akhirnya sampai di base camp pukul 02.00 setelah menempuh perjalanan 3 jam lebih dari pos VII tadi. Di sini kami langsung membeli air untuk melepas dahaga yang mencekik, tak lupa pula minum kuku bima biar Roso…!

Epilogue
Setelah ditunggu hampir 1 jam, tiga teman kami belum juga turun. Sembari membersihkan tubuh yang penuh dengan debu, saya putuskan memasak sarden dan air untuk mengisi perut dan menghabiskan bekal yang masih tersisa. Sesaat kemudian, Yoga dan Bernard datang. Kami benar-benar dirundung gelisah ketika waktu menunjukkan pukul 04.00. Rudy yang dinanti tidak kunjung turun, bermacam prasangka menggelayuti kepala kami. Gap yang lebih dari 2 jam adalah sebuah keanehan mengingat Rudy sebenarnya merupakan pendaki yang cukup gesit. Pikiranku jelas melayang jika dia mungkin dehidrasi mengingat air dibawa oleh Yoga. Mungkin juga dia jatuh terpleset, tersesat, atau diserang Negara Api.
Karena angkot yang mengantar kami dari Serayu kemarin telah datang dan siap untuk menjemput kami, David akhirnya memutuskan untuk kembali mencari. Dan dengan bekal peta yang ia pinjam dari Dora the explorer, David akhirnya menemukannya di perkebunan warga. Rudy ternyata kesleo dan berjalan lambat bagai siput dengan menggunakan tongkat.
Yah, memang inilah mendaki gunung. Ibarat sebuah perziarahan, kita melangkahkan kaki untuk mencapai tujuan. Dari sini kita bisa merefleksikan diri bagaimana perjalanan hidup ini yang sebenarnya, ada susah, senang, terjal, berliku bahkan terjatuh.
Oleh sopir angkutan tadi, Pak Aang (Nama samaran), kami serombongan bersama dengan pendaki Surabaya dan pendaki dari Bekasi di antarkan sampai ke Terminal Purwokerto yang berjarak hampir 3 jam karena sempat mampir dulu di stasiun. Meskipun lelah, kami sempat juga membicarakan segala hal termasuk tentang kota ini, Purbalingga-Purwokerto, disertai canda dan logat bahasa Jawa ngapak khas Banyumasan.
Dari terminal, kami langsung menuju Jogjakarta dengan menggunakan bus patas AC. Lewat tengah malam kami tiba di Giwangan kembali setelah menempuh 3 jam perjalanan. Kami tertahan cukup lama di Giwangan untuk makan malam dan bercerita soal pendakian kali ini.
Kamis pagi (8, 9/11) Pukul 04.00 kami pulang ke Solo via SK. Secara kebetulan, kami bertemu lagi dengan pendaki yang berasal dari Surabaya tadi, baru diketahui bahawa nama ketiga pendaki tadi adalah Yuko, Saka dan Katara.

Rincian Perjalanan
Pergi
- Solo-Jogja
2 jam, 15ribu. Tarif lebaran, jalan masih macet

- Makan siang
angkringan belakang terminal
5ribu

- Jogja-Purwokerto
6jam, Bus Ekonomi, 40ribu.

- Purwokerto-Bobotsari (Turun di pertigaan Serayu)
1,5 jam , 20ribu, Mikrobus

- Makam malam
Sate kambing 2 porsi untuk 5 orang, 40ribu

- Serayu-Bambangan
Sewa angkot 90ribu

Pulang
- Bambangan-Purwokerto
3 jam, Sewa angkot per orang 30ribu

- Purwokerto-Jogja
3 jam, 50ribu, Chitra-Adi AC patas

- Makan Malam-Pagi
10ribu, angkringan belakang terminal

- Jogja-Solo
1jam, 8ribu, Sumber Kencono

Di Kaki Gunung
Setiap ku rasakan sejuknya angin
Sedang pandanganku menembus bukit dan lembah
Aku tak tahu mengapa slalu ingat kamu
Memang dulu kita sering pergi ke gunung
Banyak bukit dan lereng yang pernah kita datangi
Aku slalu menggosok jarimu bila engkau menggigil
Saat itu slalu terbayang
meskipun kita tak bersama
Kini kembali di kaki gunung
tanpa engkau bersamaku
Selendang leher yang kau berikan
Kini menyatu di pundakku

Di tulis oleh Aziz munawardi

Sebuah Kenangan


Sesekali aku masih mengingatnya. Ntah kenapa. (ah bahasa lebay, bahasa sok puitis, sok romantis padahal dalemanya gangster, wkwkwk )
Dari kejadian terakhir itu aku mencoba belajar. Aku menemukan diriku adalah seorang yang kuper, bergaul hanya pada satu kelompok, dll. Aku mencoba memperbaiki diriku dari hal pergaulan. Aku ingin mengenal banyak orang dan bisa menjadi teman. Usahaku dimulai dari melamar sebagai anggota staff Badan Legislatif Mahasiswa, yahh Alhamdulillah di terima sebgai staff di bagian publikasi. Usahaku tak berhenti sampai di situ saja, aku mencoba masuk ke Badan Eksekutif Mahasiswa. Aku mulai mendekati dan berkenalan dengan anggota BEM, banyak dari mereka sekarang jadi temanku. Enak lah kalau ketemu mereka yang doyan politik , bahas masalah politik di indonesia, yang doyan sejarah bahas sejarah. Dari situ aku dapat pengetahuan banyak, tidak hanya pengetahuan formal saja tapi pengetahuan informal seperti cara bicara, cara berdebat, dan cara cara mempengaruhi pemikiran seseorang. And then aku juga ikut beberapa komunitas seperti renang, komunitas anti korupsi, dll. Di komunitas anti korupsi ada kegiatan kuliah umum di KPK, enak kan, bisa tiap minggu datang ke KPK mendengar kuliah dari pejabat KPK. Harapanku aku lebih bisa bergaul dan punya jaringan yang luas. Akhir oktober ini aku ada rencana mau ikut kaderisasi HMI, alasanku ikut HMI karena networking HMI bersifat keluar kampus, aku bisa mengenal orang orang dari UI, ITB, ITS, dll. Bukan hanya untuk sekedar belajr bergaul, tapi untuk kedepanya aku akan sangat membutuhkan orang orang ini. Kehidupanku sekarang berubah drastis, dari seorang yang gemar game online menjadi aktivis. Tentunya aktivis yang tidak berdemo dong, demo itu percuma menurutku karena yang kita demo saja tidak mendengar. Aku malah lebih cenderung ke kajian kajian strategi, dimana disitu didapatkan pemecahan masalah.
Ada satu lagi kegiatan yang aku ikuti dan yang membuatku kecanduan. Naik gunung. Coba deh kegiatan satu ini, lho bakal kecanduan abis dan pengen segera naik lagi setelah turun. Pelajaran berharga dari naik gunung adalah rasa solidaritas tim dan rasa pantang menyerah. Kemaren naek di gunung tertinggi kedua di jawa, dari sekitar 6 KM track menanjak, di 1,5 KM di awal atau 2,5 jam perjalanan kakiku dah kram, namun dari dukungan kawan kawan kami bisa sampai di pos terakhir dengan waktu 9 jam an. Disitu saya diajari cara memotivasi diri dan mengembangkan rasa berbagi. Asik deh pokoknya
Tentang wanita, semenjak ditolak malam itu, aku lebih sering meluangkan waktuku di depan komputer baca tentang politik dan juga olahraga. Pernah jam 11 malam aku teringat dia dan rasanya yahh sakit gitu, akhirnya aku ambil bola basket lalu basket di lapangan komplek,, ehhh di marah marahi sama satpam katanya ganggu orang tidur saja.. ahahaha. Aku mecoba mengalihkan semua perhatianku ke masalah negara. Aku sadar aku adalah calon abdi negara. Aku harus tahu tentang kondisi negara sebelum aku masuk sebagai abdi negara. Malahan sekarang aku lebih acuh dengan urusan yang namanya cinta. Sudah lebih dari 2 bulan ini aku sudah jauh dari rasa suka , rasa cinta, ataupun rasa rasa terhadap wanita. Setelah kupikir ternyata hal itu tejadi karena kesibukanku. Menulis blog(blogku banyak hloo gak Cuma ini, ada 3/ 4 klu gak salah), nyari artikel, ngerjain tugas kuliah, nongkrong sama anak anak(ini nih yang paling asik), dll.
Namun yang namanya manusia tak lepas dari yang namanya masa lalu. Terkadang aku juga masih ingat dia disana. Kemaren urusan try out aku dapet jatah jualan tiket di SMA ku dlu karena aku alumni dari sana, parahnya lagi ketua pelaksanaya sendiri yang minta aku jaga disana, usut punya usut ternyata yang lain pada gak mau jualan tiket. Bahhh... padahal udah ngincer di SMA 7,, tak apalah demi kawan aku akan berjuang.. waktu itu pulang sekolah dan aku berjaga di meja gerbang depan. Kulihat dia mau pulang lewat gerbang depan, deg deg an juga tuh antara nyapa dan tidak, akhirnya kuputuskan tidak menyapa dan berpura pura baca SMS.. kwkwkw
Ntah kenapa aku seperti ingin tertawa kalau ingat masa masa itu masa masa ketika aku masih mengejarnya. Dimana dia bidadarinya dan aku pangeran yang terus ngemisss cinta padanya,, Bahkan aku sangat ingin menuliskan dalam sebuah buku kisah ku itu.. namun aku urungkan niatku dan bahkan artikel dalam blogku yang isinya tentangnya sudah aku hapus, , sudah cukup memori itu tersmpan jelas di otak ku.
Aku terlalu berharap dia jadi istriku kelak,, wkkwkwkw aku jadi ingat ucapan temen seperjuanganku di kampus ini ketika dia putus dengan pacarnya,,”bro,aku itu orangnya keras, kehidupanku itu keras, umurku masih terlalu muda untuk menikah, aku masih punya banyak cita cita yang ingin di capai sebelum menikah, kalau mereka tidak kuat dengan kerasnya kehidupanku, lebih baik tidak usah bersamaku”.. kurang lebih begitu ketika dia kutanya kenapa kok bisa putus dengan pacarnya. Hal itu sangat menginspirasiku. Kesenangan laki laki itu tidak hanya pada wanita, tapi obsesi tentang kesuksesan itu juga bisa menjadi kesenangan tersendiri.
Ya memang benar katanya mungkin suatu saat kami bisa bertemu lagi, itu seperti mencari jarum di pantai alias 0,000000000001% klu dalam bahasa matematikanya limit. Dalam kisah drama korea sih 88% , tpi ini duniia nyata broo, hidup di dunia nyata itu tanpa asumsi,, yah mungkin terjadi jika memang takdir,,
Sekarang aku tahu dan ingin berbagi nasehat kepada para blogger mania yang berkunjung ke blog tua ini, orang yang sakit orang yang terluka orang yang ingin mati orang yang bersedih hebat ketika cintanya di tolak itu adalah orang orang yang kuper. dia hanya melihat dunia dalamsebuah teropong saja. Padahal dunia itu luas seluas mata kita memandang bebas. Orang kuper tidak punya banyak teman wanita cantik, bukan hanya itu saja, cowok kuper tidak siap menghadapi dunia. Laki laki itu pemimpin /pembuat keputusan. Klu memutuskan masalah pribadi saja tidak bisa gimana mo mimpin orang lain. Buat laki laki sebelum pacaran sebaiknya bercermin dulu deh, bukan jelek / gantengnya tampang, tapi karakter. Saya yakin wanita itu ingin laki laki yang bisa memimpinya. Kalau gak mau sakit hati karna cinta, perluas pergaulan baru cari pacar cuz klu tidak kamu Cuma akan terperangkap dalam emosi yang kamu ciptakan sendiri. Ingat kita itu laki laki, laki laki berpikir dengan logika dan bukan perasaan. Kendalikan tuh perasaan ma nafsu juga, itu masalah utama kenapa laki laki sakit hati. Menginginkan seseorang jadi pacar berarti ngarep, orang ngarep itu sudah gak berpikir dengan logika. Aku sendiri sekarang gak ada niat pacaran, punya temen cewek banyak itu rasanya sama kok kek pacaran, bedanya ya kita gak isa nyentuh atau pegang pegang aja, tapi disisi lain kita bisa curhatan sama mereka, bercandaan sama mereka. Kemaren aja gue abis makan n karokean ma cewek cewek cantik kok. N rasanya happy isa tertawa tertawa ampe berjam2 liat kekonyolan mereka. Apalagi pas karokean,, jiah gokil abis cewek nyanyi lagu lagi gokil kek cari jodoh dll..
Banyak dari teman saya punya pacar itu untuk sekedar status “laku”.. hahaha ,, itu pemikiran primitif, emang kita barang jualan apa kok ada kata laku nya. Hahaha
Sekedar nasehat saja, cewek itu sama seperti kita, mereka juga manusia yang punya keinginan dan kebiasaan sama seperti kita. Jadi jangan pernah menanamkan mindset mereka adalah bidadari, itu salah broo. Bergaul sewajarnya saja kalau bisa hindari pacaran pegang pegangan, sentuh setuhan. Klu dah ngebet nikah aja, gampang kok nikah, Cuma minta restu ortu lalu ijab deh.

Demokrasi sampah


Demokrasi itu sampah. Tahu kenapa? Karena pada prinsip demokrasi, kebenaran itu adalah suara mayoritas ataua suara terbanyak. Sering kita jumpai dimana negara negara di dunia yang mengatasnamakan demokrasi sebagai dewa mereka malah hancur berkeping dimulai dari aspek sosial sampai aspek pemerintahan. Dalam demokrasi, membunuh orang lain itu halal, membantai orang lain itu halal, bahkan memusnahkan suatu kaum itu halal dengan syarat dewan parlemen menyetujui undang undang yang menghalalkan pembantaian.
Masyarakat awam selalu berpikir demokrasi adalah sistem terbaik bagi negaranya, tapi jika kita menelisik lebih jauh, demokrasi sebenarnya merupakan alat untuk merancukan/menutupi keculasan para pemimpin. Dalam hukum perpolitikan, jika rakyat lemah maka pemerintah kuat dan sebaliknya. Dalam demokrasi rakyatlah yang kuat, iya rakyat kuat dalam teorinya. Tapi dalam praktek rakyat ditipu oleh bajingan bajingan politik yang menyenangkan rakyat dengan propaganda bangsatnya dengan laporan laporan keberhasilanya yang di klaim secara sepihak itu. Pemerintah seperti bergerak di balik layar lalu muncul dengan keberhasilan, menyiapkan konspirasi, dimulai dari munculnya masalah sampai penyelesain yang dilakukan pemerintah dengan ending pemerintah menjadi pahlawan itu telah disusun rapi melalui komunikasi komunikasi gelap yang jika ada orang mencoba masuk dan membongkar jaringan gelap itu , maka orang tersebut akan berakhir di penjara atau bahkan di bunuh di tempat. Tak lepas dari aparat penegak hukum tentunya.
Saya lebih setuju socrates yang menyatakan bahwa demokrasi itu cocok untuk ruang lingkup kecil namun bukan negara. Negara harus di pimpin oleh orang yang punya karakter kuat dan tidak mudah tunduk pada kemauan rakyat. Pemimpin harus memiliki karisma. Salah satu ciri pemimpin yang punya karisma adalah pemimpin yang di dukung oleh rakyatnya dalam proses pemerintahanya, bukanya pemimpin yang di hujat dengan hujatan “sang kebo lemot”. Pemimpin lemot tidak pantas jadi pemimpin bahkan jadi manusia pun menurut saya tidak pantas. Apalagi kalau pememimpin sperti itu tidak memiliki karakter, hari ini bilang mendukung dalam praktek malah menghalang halangi, cara cara seperti ini saya sebut dengan “pemerintahan tangan besi versi leluconya”. Tiap hari disuguhi pidato tentang pencitraan, tentang propaganda, tentang curhatan pribadi. Kita lihat bung karo di bom pake granat, apa dia curhat? Apa dia bilang pada rakyat “hari ini saya di bom oleh orang yang tidak suka pada saya hikz hikz”??? apa kita pernah dengan ahmadinejad mengeluh mau di bunuh? Apa kita pernah dengar hugo chaves mengeluh dimata matai amerika? Apa pernah kita lihat videl castro mengeluh mau di bunuh oleh orang orang amerika. Jawabanya tidak, bukan karna informasi itu tidak sampai pada kita karna kita beda negara, tapi karena mereka adalah pemimpin yang kuat, pemimpin yang berkarakter yang berprinsip kuat.
Kembali ke sistem demokrasi. Apa sih hebatnya demokrasi?? Kebebasan berpendapat?? Siapa bilang berpendapat itu bebas, berpendapat itu dibatasi sesuai undang undang brooo.. beda dengan demokrasi nya amerika dan eropa, disana sangat bebas, kritikan tajam bahkan joke tentang presiden saja boleh. Siapa bilang demokrasi itu murni diterapkan. Kalau demokrasi benar benar di terapkan , badan intelejen itu tidak dibutuhkan di dalam negeri. Siapa bilang kekuasaan di tangan rakyat?? Kekuasaan itu mutlak di tangan pemimpin. Kalau kekuasaan benar benar di tangan rakyat, pasti rakyat menginginkan pajak 0 persen dan pemberian tunjangan kepada rakyat miskin. Mau bukti?? Penurunan tingkat pajak dan tunjangan kesehatan adalah faktor utama yang membuat obama jadi presiden amerika. Inilah bukti betapa rakyat ingin yang enak enak.. Nyatanya pajak di negara bukan berdasarkan keinginan rakyat. Kalau menurut saya yang notabene adalah masyarakat, kita bisa subtitusi tagihan pajak rakyat miskin di tanggung oleh orang kaya dalam artian pajak hanya berlaku bagi orang kaya.
Kemarin saya membaca sebuah berita, disitu diceritakan tentang parlemn sebuah negara... begini ceritanya. Jadi suatu ketika ada program yang di bahas dalam parlemen tentang korupsi yang menyangkut seorang anggota partai “A” yang notabene adalah partai yang di pimpin oleh presiden di negara itu. Partai lain mati matian supaya koruptor itu di penjara. Disisi lain ketika rapat anggaran APBN negara itu di indikasikan ada korupsi, semua anggota rapat itu saling membela. Wah hebat nian politikus jaman sekarang. Masalah duit dari lawan bisa jadi kawan..hahaha